
Usia Abdul Gani memang sudah cukup tua, 76 tahun, namun masih memiliki ingatan yang cukup tajam. Sambil sesekali bercanda, ia menjelaskan isi dari beberapa buku yang ia jual di kios 147 pasar barang antik di Jalan
Dalam usianya itu Abdul Gani t
Kecintaan Abdul Gani terhadap buku dimulai sejak tahun 1955, ketika pindah ke . “Sejarah Tanah Jawa” dan, “Tarich Atjeh dan Nusantara” merupakan dua dari sekian buku favoritnya.
“Satu kertas yang lapuk, mungkin bisa menyelamatkan sebuah negeri”, demikian nasehatnya. Pernyataan itu pula yang menjadi alasan kenapa dia gemar mengoleksi buku-buku langka. Buku-buku yang dijual di tokonya memang bervariasi dan kuno, seperti buku sejarah dan kebudayaan Jawa, sastra Jawa, sejarah Indonesia, pahlawan daerah, dan masih banyak lainnya. Untuk buku-buku hukum, buku koleksinya merupakan terbitan mulai tahun 1849 sampai 1920-an dan kebanyakan berbahasa Belanda. Sebisa mungkin dia hanya menerima buku-buku di bawah tahun 1950 dari pemasok buku. Tapi tak jarang dia menerima pasokan buku “baru” karena kasihan dan ingin membantu sesama penjual. Dengan sedikit berbisik ia mengatakan “Kasian kalau t
Ketekunan Abdul Gani mengumpulkan buku-buku lawas dan langka membuat lelaki beranak sepuluh ini cukup dikenal oleh masyarakat; wartawan dan mahasiswa pernah datang untuk mencari
Ketika ditanya mengenai pelanggan, Abdul Gani menceritakan bahwa dia sangat senang sekali jika pembeli buku-bukunya adalah orang kita sejak dulu.” Menurutnya, sejumlah pelanggan berkewarganegaraan
Seorang reporter dari sebuah stasiun televisi swasta pernah menanyakan kenapa dia t
Kesetiaan Abdul Gani terhadap sejarah tak sebatas pada koleksi buku-buku tua yang dijualnya. Ia juga memiliki koleksi foto-foto Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di
“Sejarawan” seperti Abdul Gani memang merupakan “sejarah tersendiri” di antara sekian juta rakyat Indonesia, yang sepertinya semakin t
Satu hal yang menjadi kekhawatirannya, tak ada satupun dari anaknya yang memiliki kecintaan terhadap buku dan sejarah seperti dirinya. Wajahnya tampak sedikit murung ketika ia menjelaskan kekhawatirannya itu. Satu-satunya harapan terletak pada anak bungsunya, Suhada, yang masih kuliah di sebuah sekolah tinggi seni di
“Buat Bapak, walau sudah tua tapi jika masih berguna buat orang lain, Bapak t
Teks oleh: Sri Dewi Susanty
Foto oleh: Toto Santiko Budi
(http://totopicture.smugmug.com/gallery/3301108#183430683)
1 comment:
Salut buat pak Abdul Gani.Orang biasa yang masih peduli dengan sejarah. Biarpun itu cuma buku2 tua tapi dari situ kita bisa tau bgm masa lalu dr bangsa ini.
Post a Comment